Pengamat Politik, Rocky Gerung sempat menyinggungsoal masalah Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi) yangsempat menuai polemik. Hal itu diungkapkan Rocky Gerung saat melakukan video call dengan Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun yang ditayangkan pada Channel YouTube Refly Harun pada Minggu (18/4/2020). Mulanya, Refly Harun bertanya pada Rocky Gerung.
Jika Rocky Gerung diberi kesempatan untuk membantu presiden, presiden Indonesia mana yang ingin dibantu oleh pengamat politik asal Manado tersebut. "Pertanyaanya Bung kita tahu bahwa ada Presiden dari Bung Karno kemudian Pak Harto, Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Jokowi, ada tujuh." "Nah pertanyaannya adalah kalau Bung Rocky diberikan kesempatan direkrut ke dalam tim Presiden ini dalam posisi yang sangat penting dan menentukan, sehingga Bung Rocky pasti mau, kepada Presiden mana Bung Rocky mau bekerja sama atau mau direkrut mana yang paling dipilih."
"Mana yang paling tidak dipilih, silakan," tanya Refly Harun. Menjawab pertanyaan itu, Rocky Gerung justru menegaskan jika ia memang berkesempatan membantu Presiden maka ia tak mau menjadi Staf Khusus. Lalu, ia menyinggung masalah Staf Khusus Andi Taufan Garuda Putra yang sempat mengirim surat ke semua camat di Indonesia dengan kop resmi Sekretariat Kabinet RI.
"Saya mulai kalau saya diminta, maka saya enggak mau jadi Stafsus," ujar Rocky. "Apalagi stafsus yang bikin surat," timpal Refly. "Nanti saya punya godaan jual beli surat atas nama kop surat Istana perintahin camat untuk kasih order kepada perusahaannya, enggak mau saya begitu," sambung Rocky lagi.
Kemudian, Refly mengulang pertanyaanya kepada siapa Rocky mau membantu. Rocky menjawab dirinya ingin membantu Presiden pertama, Soekarno. "Pokoknya jabatan itu penting, Bung Rocky mau, dan jabatan itu sangat strategis," tanya Refly.
"Saya ini untuk membantu Bung Karno, Presiden Soekarno karena saya merasa Bung Karno gagal dalam satu hal yaitu melakukan kaderisasi." "Banyak orang cuma mau namanya di belakangnya ada Soekarnoputri Soekarnoputra," jawab Rocky. Rocky ingin membantu Soekarno agar para pendukungnya bisa berpikir seperti sang Presiden pertama.
"Tetapi pikiran Soekarno yang sangat dialektik tidak diakui kader kadernya akhir akhir ini." "Nawacita yang kita tahu sebagai gagasan Bung Karno juga dipakai istilahnya doang." "Nyawa dari nawacita hilang sebagai cita cita di tangan rezim hari ini yang memakai nawacita," jelasnya.
Menurut Pengamat Politik 60 tahun itu, Soekarno itu tak hanya jago dalam retorika. Namun, ia bisa menyampaikan pidato pidato yang logis. "Jadi banyak hal yang mau saya bantu pada Bung Karno karena pikirannya bagus tetapi pendukungnya hari ini tidak mengikuti kemampuan Bung Karno untuk berpikir dialektik, berpikir logis."
"Bung Karno terkenal dengan retorika, tapi orang cuma anggap jago pidato, oh itu bukan cuma jago pidato. Di dalam pidato pidato Bung Karno banyak logika bagus," katanya. "Suatu saat Bung Karno berpidato di lapangan Monas, IKADA kalau enggak salah itu hari Angkatan Bersenjata. Di depan rakyat di belakangnya berjejer para anglima angkatan, Bung Karno bilang begini." "'Saudara saudara tentara kalian harus tahu, kalian adalah alatnya negara, dan negara alatnya revolusi, jadi kalian alatnya alat, jadi kita dapat sensasinya.'"
"Jadi Bung Karno mengatakan bahwa tentara itu tidak otonom, dia adalah peralatan negara untuk bertahan misalnya. Tapi negara adalah peralatan evolusi di pikiran Bung Karno waktu," jelas Rocky. Namun, Rocky Gerung merasa para pendukung Soekarno sekarang tidak bisa mengikuti jalan pikiran Sang Proklamator. "Maka Bung Karno bikin silogisme yang sangat kuat karena tentara adalah alatnya negara, dan negara alatnya revolusi, maka tentaranya alatnya alat. Kalau kita dengar sekarang itu kok terdengar terlalu instrumental sejarah militer tapi kita baca itu di era revolusi, era perang dingin."
"Nah gaya gaya semacam itu oleh mereka yang sok paham Soekarnois, saya sebenarnya mau kasih kritik itu sebenarnya," ucapnya.