Ahli Forensik Polri, Kombes dr Sumy Hastry menyatakan, jenazah pasien positif virus corona lebih aman dikremasi atau dibakar. Hal tersebut disampaikan dr Hastry dalam sebuah diskusi Hukum via live streaming dariRumah Pancasila dan Klinik Hukum bertema Covid 19 di tubuh jenazah, seberapa tinggi potensi penularannya, Sabtu (11/4/2020). Hastry menjelaskan, menurut kedokteran foreksi di dunia, memang harusnya jenazah pasien positif corona dibakar. Namun hal ini belum populer di tanah air.
Untuk itu,Persatuan Dokter Forensik Indonesia membuat SOP agar jenazah pasien positif corona bisa benar benar steril saat dimakamkan, diantaranya minimal dibungkus plastik tiga lapis. "Kalau dikremasi bagus sekali. Karena setelah jadi abu, virusnya sudah habis. Yang paling aman memang jenazah dibakar," tegasnya. Hastry menambahkan, di tempatnya bertugas yakni RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, dirinya turun langsung memberikan edukasi agar jenazah pasien dikremasi karena lebih aman.
"Di tempat saya bertugas, Kramat Jati sudah ada yang keluarganya dikremasi. Saya yang edukas,i dikremasi saja lebih aman. Nanti abunya bisa disimpan atau biasa dilarung ke laut," tuturnya. Masih adanya fenomena penolakan terhadap penguburan jenazah positif virus corona dibeberapa daerah menjadi sorotan. Terakhir peristiwa memilukan terjadi pada Kamis (9/4/2020) saat perawat berusia 38 tahun yang bekerja di RSUP Kariadi Semarang meninggal dunia karena positif corona.
Pemakaman sang perawat sempat ditolak oleh warga Sewakul, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang hingga akhirnya dipindahkan ke Bergota, Kompleks makan keluarga Dr Kariadi. Ahli Hukum Pidana, Bernard L Tanya mendesak Polri, dalam hal ini Polda Jawa Tengah segera mengambil langkah hukum atas adanya penolakan pemakaman tersebut karena ada ancaman pidananya. Hal itu disampaikan Bernard dalam sebuah diskusi Hukum via live streaming dari Rumah Pancasila dan Klinik Hukum bertema Covid 19 di tubuh jenazah, seberapa tinggi potensi penularannya, Sabtu (11/4/2020).
"Aparat hukum harus segera bertindak. Ketika ada orang jahat, harus diperiksa dan tidak boleh dibiarkan," ujar Bernard. Bernard menjelaskan, dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah diatur dalam Pasal 179 mengenai hukuman bagi yang menghalangi proses pemakaman dengan ancaman pidana satu bulan dua minggu. Meski ancaman pidananya rendah, menurut Bernard, tetap saja aparat dalam hal ini Polri harus turun tangan karena penolakan pemakaman pasien virus corona bagian dari ketertiban umum.
"Karena ini sudah masuk pidana yang mengancam juga ketertiban umum, jadi memang aparat harus bertindak tegas dalam konteks ketertiban umum. Malah kalau saat dibubarkan warga tidak mau, bisa jadi pidana baru melawan anggota yang bertugas, Pasal 218 apalagi kalau ada kontak fisik, makin berat lagi pidananya," tambah Bernard. Seorang jenazah pasien terinfeksi coronavirus disease 2019 (Covid 19) yang sempat ditolak dimakamkan oleh pihak keluarga, akhirnya dimakamkan di Taman Pemakamam Umum (TPU) Tagal Alur, Jakarta Barat, Jumat (10/4/2020). Direktur Sabhara Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Muhammad Ngajib mengatakan, pihaknya berupaya mengimbau pihak keluarga agar jenazah pasien itu dimakamkan.
Sebelum dimakamkan, kata dia, jenazah itu sempat disalatkan di lokasi pemakaman dengan imam salat Ipda Nuryasin. “Kami memberikan imbauan dan diajak ikut melaksanakan salat jenazah,” kata dia, saat dikonfirmasi, Sabtu (11/4). Dia menjelaskan, upaya pemakaman itu dilakukan oleh sejumlah personel Tim Khusus (Timsus) Ditsamapta. Timsus Ditsamapta itu merupakan tim bentukan Polda Metro Jaya untuk mengawal proses pemakaman jenazah korban Covid 19.
Sasaran tempat pemakaman tim tersebut di TPU Tegal Alur, Jakarta Barat dan TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur. “Alhamdulillah, pelaksanaan pemakaman jenazah berjalan dengan lancar,” ujarnya.